Negara Hukum Tetapi Tidak Berhukum
Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Negara yang tatanan masyarakatnya sadar
hukum, menjadikan hukum sebagai panglima yang mampu menjamah seluruh rakyat
indonesia tanpa pandang Ras, Jabatan, dan strata sosialnya. Indonesia sebagai
negara hukum yang dimana kekuasaan negara dibatasi oleh Hak Asasi Manusia
sehingga aparatur negara tidak bisa bertindak sewenang-wenang (detournement de pouvoir),menyalahgunakan
kekuasaan (abus de pouvoir), dan
diskriminatif dalam penegakan hukum terhadap warga negaranya. Penegakan hukum
dinegara kita ditopang oleh empat elemen yaitu: penegak hukum (catur
wangsa), kehakiman, kejaksaan, kepolisian,dan profesi advokat (Abusani
Tanjung, STMIK Budidarma).
Penegak hukum ini kemudian bertambah lagi sejak lahirnya
komisi pemberantasan korupsi (KPK),sehingga sekarang tidak lagi catur wangsa,
melainkan panca wangsa. Dipundak merekalah kita topangkan tegak atau runtuhnya
penegakan hukum itu. Penegakan hukum juga menjadi tanggung jawab pemerintah /
negara itu sendiri,dengan menyediakan instrumen hukum (peraturan
perundang-undangan ) yang berkeadilan, berkepastian, dan mampu
diimplementasikan dalam tatanan di masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bahwa
di negara kita ini masih terdapat ketidakadilan ,di indonesia dalam menegakkan
keadilan masih lemah (Haira Airaya,2012).
Bentuk-bentuk keadilan di indonesia ini seperti orang yang
kuat pasti hidup, sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan di
indonesia ini jelas bahwa keadilan belum dilaksanakan atau diterapkan dengan
baik dan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada di indonesia. Keadilan di
indonesia belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Inilah
bukti bahwa di negara ini keadilan masih memihak kepada yang kuat. Seandainya
di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka kita yakin tidak akan terjadi
protes yang disertai kekerasan ,kemiskinan yang berkepanjangan,perampokan,
kelaparan,gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karena konsep kedilan yang
tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik
orang kaya dan penguasa. Seolah-olah orang kecil sangat dipermainkan oleh
keadilan.
Sebagai contoh
beberapa tahun lalu kita dihebohkan oleh berita tentang nenek Asyani dari
kabupaten Situbondo yang harus menjalani proses persidangan lantaran diduga
mencuri tujuh batang kayu milik Perum Perhutani. Menurut nenek Asyani
kayu jati yang dipermasalahkan tersebut ditebang oleh almarhum suami Asyani
sekitar lima tahun silam dari lahan mereka sendiri. kasus nenek Asyani ini
terdapat beberapa kejanggalan. Kayu jati yang diduga dicuri oleh nenek Asyani
itu berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 sentimeter, sedangkan kayu jati
milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 sentimeter. Nenek Asyani tak kuasa
menahan tangis ketika menghadapi sidang di PN Situbondo. Saat datang ke
pengadilan, Nenek Asyani juga tertatih-tatih lantaran berdirinya sudah tak lagi
tegak Bayangkan bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat
hukum mempunyai kebijaksanaan terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut (harian
depok.com, 2015).
Kasus yang
menjerat nenek Asyani telah membuatnya terjerat kedalam ranah hukum, dari itu
nenek Asyani harus menjalani sidang berkali-kali di Pengadilan Situbondo. Sungguh
miris hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi diperlakukan
dengan tidak adil dimana dia ditahan sebelum diadakan persidangan seolah-olah
dia seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat banyak. Ditambah
lagi ancaman hukuman 5 tahun penjara dan penanganan kasus tersebut yang
terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Bayangkan kasus tersebut dilaporkan
pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember 2014. Sementara persidangan
baru dibuka 3 bulan kemudian.
Dari kasus ini
kita bisa menilai bahwa hukum di negara kita belum mampu memberikan keadilan
kepada rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi dan status yang tinggi.
Hukum kita di Indonesia masih banyak membiarkan kasus-kasus berat jika
pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang tidak mempunyai
apa-apa dan yang tidak bisa menyewa seorang pengacara dianggapa tidak memiliki
hak apapun dalam mencari suatu keadilan. Ketika rakyat kecil melakukan
pelanggaran yang tidak berdampak apa-apa bagi negara mereka langsung dijebloskan ke penjara meskipun
mereka hanya melakukan pelanggaran sangat kecil. Sedangkan pejabat-pejabat yang
melakukan korupsi sampai milyaran bahkan trilyunan dapat berkeliaran dengan
bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati
fasilitas mewah dipenjara bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di
luar penjara. Kasus ketidakadilan hukum yang dialami nenek Asyani dan rakyat
lainnya mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam
ke bawah.
Jika kita
melihat hukum islam yang dapat menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, karena
hukum Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil. Dalam hukum Islam sekuat apapun
upaya untuk mengintervensi hukum pasti gagal karena hukum Allah SWT tidak berubah
dan tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah apalagi hanya untuk
kepenting orang-orang tertentu yang mempunyai banyak harta dan kekuasaan. Dan
sangat berbeda dengan hukum yang ada di Indonesia yang seakan-akan hanya
memberikan keadilan kepada rakyat yang ber uang (Sutanti SPd. Aktivis MHTI,2015).
Di mata hukum
Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara baik itu muslim atau
non-muslim, pria atau wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat
biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja
yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya.
Hal ini pernah terjadi di jaman Rasulullah ketika seorang wanita bangsawan
melakukan pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu
diperingan. Rasulullah saw murka seraya bersabda:
“Sesungguhnya yang membinasakan
orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri,
mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas
dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah
putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).