Jumat, 03 Juni 2016

Artikel Agama



Negara Hukum Tetapi Tidak Berhukum


Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Negara yang tatanan masyarakatnya sadar hukum, menjadikan hukum sebagai panglima yang mampu menjamah seluruh rakyat indonesia tanpa pandang Ras, Jabatan, dan strata sosialnya. Indonesia sebagai negara hukum yang dimana kekuasaan negara dibatasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga aparatur negara tidak bisa bertindak sewenang-wenang (detournement de pouvoir),menyalahgunakan kekuasaan (abus de pouvoir), dan diskriminatif dalam penegakan hukum terhadap warga negaranya. Penegakan hukum dinegara kita ditopang oleh empat elemen yaitu: penegak hukum (catur wangsa), kehakiman, kejaksaan,  kepolisian,dan profesi advokat (Abusani Tanjung, STMIK Budidarma).

Penegak hukum ini kemudian bertambah lagi sejak lahirnya komisi pemberantasan korupsi (KPK),sehingga sekarang tidak lagi catur wangsa, melainkan panca wangsa. Dipundak merekalah kita topangkan tegak atau runtuhnya penegakan hukum itu. Penegakan hukum juga menjadi tanggung jawab pemerintah / negara itu sendiri,dengan menyediakan instrumen hukum (peraturan perundang-undangan ) yang berkeadilan, berkepastian, dan mampu diimplementasikan dalam tatanan di masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bahwa di negara kita ini masih terdapat ketidakadilan ,di indonesia dalam menegakkan keadilan masih lemah (Haira Airaya,2012).

Bentuk-bentuk keadilan di indonesia ini seperti orang yang kuat pasti hidup, sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan di indonesia ini jelas bahwa keadilan belum dilaksanakan atau diterapkan dengan baik dan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada di indonesia. Keadilan di indonesia belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Inilah bukti bahwa di negara ini keadilan masih memihak kepada yang kuat. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka kita yakin tidak akan terjadi protes yang disertai kekerasan ,kemiskinan yang berkepanjangan,perampokan, kelaparan,gizi buruk dll. Mengapa hal diatas terjadi karena konsep kedilan yang tidak diterapkan secara benar, atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa. Seolah-olah orang kecil sangat dipermainkan oleh keadilan.

Sebagai contoh beberapa tahun lalu kita dihebohkan oleh berita tentang nenek Asyani dari kabupaten Situbondo yang harus menjalani proses persidangan lantaran diduga mencuri  tujuh batang kayu milik Perum Perhutani. Menurut nenek Asyani kayu jati yang dipermasalahkan tersebut ditebang oleh almarhum suami Asyani sekitar lima tahun silam dari lahan mereka sendiri. kasus nenek Asyani ini terdapat beberapa kejanggalan. Kayu jati yang diduga dicuri oleh nenek Asyani itu berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 sentimeter, sedangkan kayu jati milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 sentimeter. Nenek Asyani tak kuasa menahan tangis ketika menghadapi sidang di PN Situbondo. Saat datang ke pengadilan, Nenek Asyani juga tertatih-tatih lantaran berdirinya sudah tak lagi tegak Bayangkan bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat hukum mempunyai kebijaksanaan terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut (harian depok.com, 2015).
Kasus yang menjerat nenek Asyani telah membuatnya terjerat kedalam ranah hukum, dari itu nenek Asyani harus menjalani sidang berkali-kali di Pengadilan Situbondo. Sungguh miris hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi diperlakukan dengan tidak adil dimana dia ditahan sebelum diadakan persidangan seolah-olah dia seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat banyak. Ditambah lagi ancaman hukuman 5 tahun penjara dan penanganan kasus tersebut yang terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Bayangkan kasus tersebut dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember 2014. Sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian.
Dari kasus ini kita bisa menilai bahwa hukum di negara kita belum mampu memberikan keadilan kepada rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi dan status yang tinggi. Hukum kita di Indonesia masih banyak membiarkan kasus-kasus berat jika pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang tidak mempunyai apa-apa dan yang tidak bisa menyewa seorang pengacara dianggapa tidak memiliki hak apapun dalam mencari suatu keadilan. Ketika rakyat kecil melakukan pelanggaran yang tidak berdampak apa-apa bagi negara mereka  langsung dijebloskan ke penjara meskipun mereka hanya melakukan pelanggaran sangat kecil. Sedangkan pejabat-pejabat yang melakukan korupsi sampai milyaran bahkan trilyunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah dipenjara bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara. Kasus ketidakadilan hukum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah.
Jika kita melihat hukum islam yang dapat menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, karena hukum Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil. Dalam hukum Islam sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti gagal karena hukum Allah SWT tidak berubah dan tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah apalagi hanya untuk kepenting orang-orang tertentu yang mempunyai banyak harta dan kekuasaan. Dan sangat berbeda dengan hukum yang ada di Indonesia yang seakan-akan hanya memberikan keadilan kepada rakyat yang ber uang (Sutanti SPd. Aktivis MHTI,2015).
Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara baik itu muslim atau non-muslim, pria atau wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hal ini pernah terjadi di jaman Rasulullah ketika seorang wanita bangsawan melakukan pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu diperingan. Rasulullah saw murka seraya bersabda:
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).